Waru atau baru (Hibiscus tiliaceus, suku kapas-kapasan atau Malvaceae), juga dikenal sebagai waru laut, dan dadap laut (Pontianak)[1] telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi sungai dan pematang serta pantai. Walaupun tajuknya tidak terlalu rimbun, waru disukai karena akarnya tidak dalam sehingga tidak merusak jalan dan bangunan di sekitarnya. Waru dapat diperbanyak dengan distek. Namun, aslinya tumbuhan ini diperbanyak dengan biji. Memakai stek untuk perkembanganbiakan waru agak sulit, karena tunas akan mudah sekali terpotong.[1]
Waru masih semarga dengan kembang sepatu.[1] Tumbuhan ini asli dari daerah tropika di Pasifik barat namun sekarang tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai nama: hau (bahasa Hawaii), purau (bahasa Tahiti), beach Hibiscus, Tewalpin, Sea Hibiscus, atau Coastal Cottonwood dalam bahasa Inggris.
Di Indonesia tumbuhan ini memiliki banyak nama seperti: baru (Gayo, Belitung, Md., Mak., Sumba, Hal.); baru dowongi (Ternate, Tidore); waru (Sd., Jw., Bal., Bug., Flores); haru, halu, faru, fanu (aneka bahasa di Maluku); dan lain-lain.[2]
Jenis Tanaman | : | Pohon |
Jenis Fungsi | : | |
Kategori konservasi | : | |
Kingdom | : | Plantae |
Sub Kingdom | : | Tracheobionta |
Divisi | : | Spermatophyta |
Sub Divisi | : | Magnoliophyta |
Kelas | : | Magnoliopsida |
Sub Kelas | : | Dilleniidae |
Ordo | : | Malvales |
Family | : | Malvaceae |
Genus | : | Hibiscus |
Species | : | |
Daya serap karbon/hari(kg) | : |
Nama Taman | Jumlah Tanaman |
---|